Al-Quran Memiliki Nilai Sastra Agung
Mengapa kita begitu mudah menghafal Surah Al-Fâtihah? Mengapa kita tidak mudah melupakan Surah Al-Ikhlâsh?
Perhatikanlah suara-suara di setiap ujung ayat Surah Al-Fâtihah di bawah ini:
BismillâhirrahmânirrahIIM
Alhamdulillâhirabbil ‘âlamIIN
ArrahmânirrahIIM
Atau di ujung ayat Surah Al-Ikhlâsh berikut:
Qul huwallâhu ahaD
AllâhushshamaD
Lam yalid wa lam yûlaD
Wa lam yakullahû kufuwan ahaD
Di ujung ayat-ayat Surah Al-Fâtihah dan Surah Al-Ikhlâsh terdapat suku kata berima. Ayat-ayat tersebut menghasilkan suara-suara yang menarik perhatian pembaca maupun pendengarnya sehingga mudah “nyantol” di telinga. Jadi, hal itu merupakan salah satu unsur yang membuat kita tidak mudah lupa bacaan ayat Surah Al-Fâtihah dan ayat Surah Al-Ikhlâsh (juga beberapa ayat surah lain yang sejenis).
Wow! Sangat indah dan menarik, bukan?! Dari sana, kita bisa melihat bahwa Surah Al-Fâtihah dan Surah Al-Ikhlâsh merupakan ciptaan Allah Swt. yang memiliki nilai sastra agung.
Pada masa silam pun, para sastrawan Makkah yang ahli menggubah syair, sangat takjub dan mengagumi pola sastra Al-Quran. Hingga 14 abad berikutnya (masa sekarang), ayat-ayat Al-Quran tersebut dibaca dan dihafal jutaan orang, temasuk kita dan anak-anak kita. Maka benarlah janji Allah Swt. dalam Al-Quran:
… sanuqriuka falâ tansâ, artinya “… Kami bacakan dan kamu tidak akan lupa.”
Mudah Diingat
Pola berima menghasilkan tekanan-tekanan bunyi di setiap ujung kalimat. Secara audio, suku kata di ujung kalimat mudah terdengar lebih jelas dibandingkan suku kata yang diucapkan di awal kalimat. Barangkali, kita sering mendengar anak yang sedang belajar berbicara, mereka cenderung menangkap ujung-ujung kalimat saja. Misalnya, untuk menyebut rumah, mereka hanya menyebut MAH, menyebut Umi dengan MIII, dan seterusnya. Hal itu menunjukkan bahwa suku kata di akhir kalimat sering kali lebih mudah diingat dan ditangkap secara audio.
Karena itulah, sejumlah syair klasik, pantun, bahkan mantra menggunakan metode berima agar mudah diingat. Barangkali, kita masih mengingat nyanyian-nyanyian tradisional yang didendangkan orangtua untuk menemani putra putrinya. Contohnya, dalam nyanyian berbahasa Sunda di bawah ini:
ucang-ucang angge
mulung muncang kaparangge
digogog ku anjing gede ....
Di Riau juga, terdapat ribuan pantun yang menggunakan pola berima. Pantun digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan moral. Contohnya seperti pantun berikut:
Semakin banyak tebu dicabut
Makin terasa tumbuhnya semak
Semakin banyak ilmu dituntut
Makin terasa bodohnya awak
Selain itu, di Barat juga dikenal cerita anak yang menggunakan metode berima. Cerita tersebut dituangkan dalam buku Nursery Rhymes dan Rhyme Stories karya Doktor Seus.
Connect & Experience
Beberapa pemerhati perkembangan anak menyatakan bahwa cerita berima memiliki unsur yang disebut phonological awareness, yaitu ketika suatu kata atau cerita dibacakan menghasilkan bunyi menarik dan membuat anak “connect”. Dengan dasar itulah, Cerita Binatang Berima Dua Bahasa, I Love My Al-Quran ini disusun. Diharapkan, cerita-cerita yang disajikan dalam produk ini, selain ceritanya bisa diikuti, proses pembacaannya pun menjadi suatu experience tersendiri.
Cara Bercerita Khas Al-Quran
Cerita-cerita dalam produk ini merupakan pengembangan dari potongan ayat Al-Quran yang menuturkan tentang binatang. Ayat-ayat Al-Quran memiliki cara bercerita yang khas. Salah satunya dengan metode berima. Cerita dalam produk ini dirancang berima dengan harapan dapat memindahkan semangat bahasa Al-Quran dengan mudah.
Produk ini juga disusun sebagai alat bantu, “pintu masuk” yang menarik bagi anak-anak untuk mempelajari Al-Quran. Contohnya sebagai berikut: Setelah membaca Cerita 6, Paus, Penyelamat Nabi Yunus, interest anak akan terbangun. Saat itulah, anak merasa siap untuk mengetahui lebih jauh tentang kisah Nabi Yunus di Surah Yûnus.
Semoga produk ini bisa menjadi media untuk menyampaikan semangat cerita Al-Quran sekaligus semangat bahasa Al-Quran. Cerita-cerita ini pun bisa menjadi teman yang mengajak anak dan seluruh keluarga untuk mempelajari Al-Quran lebih mendalam.
Wallâhu a'lam
0 komentar:
Posting Komentar